Ada apa dibalik kasus sudah in Kracht , dituntut kembali di PA
Jakarta media-sindo.com
Kasus perkara perdata agama tentang gugatan harta gono-gini dari hasil pernikahan antara seorang suami yang berinsial DE dengan istrinya ZA yang sudah berlangsung 1 tahun ini semakin seru. Hal ini disebabkan kasus gugatan DE kepada ZA tentang harta gono gini selama 40 tahun usia pernikahan mereka yang kandas beberapa tahun yang lalu karena adanya orang ketiga , di pengadilan agama jln, Rawasari Selatan no 51 15 Rt 14/9 Rawasari Kec. Cempaka Putih, Jakarta pusat
Akibat perceraian ini pihak istri (ZA) menggugat suaminya masalah harta pencaharian bersama mereka selama terikat pernikahan di bagi dua. . Gugatan pertama di 2022 diterima, akan tetapi pihak suami (DE), tidak puas dan meminta bagian yang lebih banyak, dengan melakukan banding hingga sampai pada tingkat kasasi di MA dan semuanya kandas alias di tolak. Sehingga pengacara ZA meminta dilakukannya eksekusi dengan pertimbangan bahwa perkara ini telah di Putus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam tingkat kasasi, dengan Putusan Mahkamah Agung RI perkara No 798 K/AG/2023 tertanggal 14 Agustus 2023 sehingga perkara ini telah memiliki Kekuatan Hukum Tetap (In Kracht Van Gewijsde)
Putusan Tingkat Kasasi Mahkamah Agung adalah suatu putusan Terakhir dan berkekuatan tetap, dimana dalam putusan Aquo terdapat Amar putusan yang menghukum salah satu pihak yang berperkara. Adapun bunyi Amar Putusan Mahkamah Agung RI no 798 K/AG/2023 tertanggal 14 agustus 2023 Juncto Putusan Pengadilan Tingga Agama DKI Jakarta no. 218/Pdt. G/2022/./PTA JK tanggal 30 Desember 2022 Juncto Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat no 356/Pdt.G/2022/PA.JP, tanggal 26 Oktober 2022 aquo yang terdapat keputusan paksa ;”Apabila tidak dapak dilaksanakan secara natura, maka dilaksanakan dengan cara lelang melalui kantor lelang Negara dan hasilnya diberikan kepada penggugat dan tergugat Konversi sesuai dengan bagian masing-masing ½ bagian.”
Untuk menjalankan putusan tersebut, PA melakukan pemanggilan kedua pihak untuk mendiskusikan dan menjalankan keputusan ini. Tetapi pihak DE tidak pernah datang hingga pemanggilan ketiga kalinya. Untuk itu PA harus melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI itu.
Anehnya menurut keluarga ZA pengadilan hingga saad berita ini di buat belum juga terlihat melaksanakan putusan MA RI no 798 ini, DE kembali melakukan pendaftaran gugatan kembali dengan no perkara 808/Pdt.G/2024/PA.JP hal ini membuat keluarga ZA mempertanyakan hal ini kepada panitra. Pada saat panitra dihubungi untuk mempertanyakan kejelasan kasus ini, beliau melimpahkan ke PTSP PA. menurut salah seorang staf PTSP yang berinisiaI I mengatakan bahwa “siapa saja boleh melakukan gugatan, “kami tidak boleh menolak gugatan seseorang karena kami tidak punya kapasitas menolak gugatan itu”. Lalu ketika ditanyakan bukankah seharusnya pihak pengadilan mempertanyakan apakah kasus ini sudah pernah di gugat ? beliau menjawab “maaf karena saat pendaftaran gugatan tersebut diterima oleh petugas yang belum paham sehingga gugatan tersebut di terima. Tetapikan nanti biar hakim saja yang memutuskan apakah gugatan itu sama dengan kasus yang sudah in Kracht ini.” Inilah yang membuat pertanyaan keluarga ZA, putusan MA RI no 798 saja belum dilaksanakan, kini kembali digugat oleh DE di tingkat pertama kembali. Ada apa ini.? Harusnya kasus ini Ne Bis In Idem. Yakni perkara dengan objek,para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap, baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya